No Image Available

Teologi Salib Harapan yang Tunggal: Keberpihakan Congregatio Imitationis Jesu terhadap Kaum Perempuan

 Pengarang: Benedikta Yosefina Kebingin  Penerbitan: e-book  Terbit: 2025  Halaman: 274  Bahasa: Indonesia More Details
 Sinopsis:
Salib merupakan suara yang mewartakan bahwa kebangkitan adalah kenyataan eskatologis; tindakan Allah memproklamasikan pewahyuan diri-Nya dalam Yesus Kristus, dan membenarkan seluruh pewartaan Yesus di hadapan para lawan-Nya. Teologi salib telah merebak di banyak tuangan refleksi dan profleksi para teolog. Jürgen Moltmann telah menyumbang refleksinya tentang teologi salib, dan dengannya ia telah membuka kemungkinan pengembangan teologi salib dan kristologi bagi para peneliti berikutnya.  Sang Tersalib, Yesus Kristus dan pengalaman salib merupakan satu kesatuan realitas iman kristiani dalam bingkai kebangkitan; dan kyrios menandai kuasa Yesus Kristus yang dimuliakan oleh Allah Bapa. Dengan memandang Sang Tersalib di sana, setiap pribadi beriman menemukan pesan cinta mendalam akan Salib dan kekuatannya. Yesus yang di atas salib hingga wafat dan bangkit adalah Allah yang seharusnya dikenal dan diimani oleh setiap orang Kristen. Teologi yang dikembangkan dalam buku ini adalah teologi salib “harapan yang tunggal”. “Harapan yang tunggal” menjadi locus dalam memperluas medan teologi salib menjadi Teologi Salib Harapan yang Tunggal. Konsep “harapan yang tuggal” pada salib Kristus dipicu oleh Tahun Yubileum Salib ke-900 pada tahun 1933 oleh Paus Pius XI. Dalam rangka Tahun Salib tersebut, penggalan syair madah zaman Kristen Kuno, “O Crux Ave Spes Unica” menjadi seruan pemujaan dan penyelamatan bagi seluruh Gereja. Seruan tersebut dijadikan Mgr. Heinrich Leven, moto episkopalnya. Salib harapan yang tunggal merupakan kekuatan kuasa kasih yang ditimba melalui kontemplasi salib; di sana seseorang membiarkan dirinya dikuasai oleh kasih Kristus yang diungkapkan dan dipancarkan oleh salib. Kekuatan salib harapan yang tunggal itulah yang memampukan siapa pun dalam bermisi bagi orang-orang tersalib. Di sinilah teologi menjadi sungguh-sugguh hidup dalam bermisi ortopraksis. Dengannya, cara pandang ontologis beralih kepada personalis; bukan siapa Allah, melainkan apa yang Allah lakukan; bukan Allah yang transenden, melainkan Allah yang terlibat dalam hidup manusia. Allah yang misteri menjadi Allah yang hadir dan berpihak kepada kaum miskin, termasuk kaum perempuan. Semoga semua yang membaca buku ini, tergerak, dan dapat menimba kekuatan pada salib harapan yang tunggal untuk bermisi ortopraksis.

 Kembali
Scroll to Top